FREEDOM BUKAN PERGAULAN BEBAS
Oleh: Iffadhiya Fathin Adiba
Duduk
sendiri di sofa dengan televisi yang padam di malam Minggu. Malam ini begitu
sepi. Tidak seperti biasanya. Ayah dan ibu pergi ke rumah nenek karena harus
merawat nenek yang sakit, sedangkan kakak laki-lakiku sudah tidur. Biasanya ia
masih terjaga jam segini. Duduk manis di sampingku sambil menonton televisi.
Tapi mungkin karena jadwal kuliahnya yang terlalu padat, akhirnya dia kelelahan
dan sekarang sudah terlelap. Padahal ini masih pukul 8. Apa yang harus
kulakukan untuk mengusir rasa sepi ini?
Ah ya! Kutelpon Chandra saja. Kuraih hand phone putihku dan kutekan tombol 4,
agak lama. Lalu kutempelkan telingaku pada layarnya. Nada sambungnya ada. Namun
entah mengapa tak terdengar suara Chandra. Sejurus kemudian sambungan terputus!
Kucoba lagi berkali-kali sampai akhirnya akupun bosan. Kuhempaskan alat
komunikasi itu di atas sofa yang kududuki. Sepi…kesal… Akhirnya kunyalakan
televise di hadapanku lalu mencari channel
yang menarik. Tidak ada! Ah! Mungkin lebih baik aku keluar sebentar, mencari
udara segar. Kuambil jaketku yang menggantung di balik pintu kamarku, lalu
kukenakan topi. Kuraih gagang pintu lalu membukanya. Wush… Angin menerpa
tubuhku. Walau telah mengenakan jaket, tapi udara dingin masih sangat terasa di
setiap tulang rusukku. Kunikmati saja walau sebenarnya sakit. Aku terus menyusuri
jalan malam yang sepi ini. Aku tinggal di perumahan. Jadi untuk mencapai
keramaian, aku harus keluar dari gapura yang bertuliskan “Perumahan Citra
Garden” itu. Untung rumahku tak seberapa jauh dari sana. Jadi, sebentar saja
keramaian sudah menyambutku. Jujur saja, aku sangat jarang sekali berada di
keramaian, karena hiruk pikuknya sangat menggangguku. Tapi malam ini saja, aku
ingin menjadi bagian dari hiruk pikuk itu. Ya, menjadi bagian darinya!
Di dekat perumahanku ada sebuah klub malam.
Orangtua dan kakak laki-lakiku selalu melarangku masuk ke sana. Ketika kutanya
mengapa, mereka hanya mengatakan bahwa tempat itu terlalu ramai dan liar. Tapi Chandra
pernah mengajakku masuk ke sana, walaupun saat itu aku menolaknya. Ia tidak
memaksa, hanya mengatakan, “baiklah… Kita masuk ke sana kalau kau sudah siap
saja”. Aku tidak tahu harus menuruti yang mana. Keluargaku atau Chandra?
Keduanya adalah orang-orang yang sangat kucintai. Keluargaku, orang-orang yang
selalu mengerti aku selama 15 tahun ini, sedangkan Chandra adalah pacarku… Hmm…
Mungkin tak apa jika sekali saja aku masuk ke sana. Hanya untuk mengetahui
bagaimana di dalamnya. Ya, sekedar tahu saja. Aku akan masuk…
Sekarang aku sudah ada di dalam tempat yang
membuatku penasaran itu. Keluargaku benar, tempat ini sangat ramai! Persis
seperti apa yang kubutuhkan saat ini. Senyum tertoreh di bibirku, aku senang
sekali! Kemudian aku duduk di sebuah kursi dengan satu meja dan dua kursi
lainnya yang masih kosong. Aku hanya melihat orang-orang yang sedang menari-nari,
penuh kebebasan. Uh… Aku baru ingat, dari tadi aku belum minum air sedikitpun.
Sekarang aku haus sekali. Lalu aku beralih ke kursi lainnya di pojok dan di
hadapanku terpapar banyak sekali jenis minuman yang berbeda. Namun anehnya dari
semua minuman itu, aku hanya mengetahui dua saja dan itu adalah minuman keras.
Namun entah datang dorongan dari mana, aku malah memesan salah satu di
antaranya. Seorang pemuda di balik meja itu dengan segera memberikan minuman
yang kupesan barusan. Langsung kuteguk
minuman itu sampai habis karena sangat haus. Rasanya sangat aneh namun aku
senang. Akhirnya kupesan satu gelas lagi. Lalu tiba-tiba saja, kepalaku
mendadak pusing. Melihat gelagatku, pemuda tadi cemas lalu menggiringku kembali
ke tempat dudukku yang semula karena tidak begitu dekat dengan keramaian,
kemudian ia bertanya,”apa yang terjadi? Kamu sakit?”, tanyanya begitu lembut.
Aku bilang aku hanya sedikit pusing. Lalu dia berkata akan mengantarku pulang.
Aku menurut saja karena ternyata dompetku ketinggalan. Masalah minuman, pemuda
itu akan membayarkannya untukku. Sebelumnya dia izin pada atasannya, lalu
dengan sepeda motor birunya, memboncengku di belakangnya. Kutunjukkan arah ke
rumahku. Sampai di depan rumahku, aku berterimakasih kepadanya. Sebelum pergi,
ia meminta nomor hand phoneku. Lalu
setelah itu, ia berlalu.
Aku sangat terkejut ketika kulihat jam di
tanganku sudah menunjuk ke angka 12. Padahal rasanya aku hanya berkeliling
sebentar saja tadi. Dengan cepat kubuka pintu rumah dan semakin terkejut
mendapati kakak laki-lakiku duduk berhadapan dengan orangtuaku di ruang tamu,
kemudian mereka semua menatapku. Ibu yang pertama kali angkat bicara,”Rana,
kamu dari mana saja, nak? Kenapa lemes gitu?”, Tanya ibu penuh kekhawatiran
sambil menuntunku duduk dengan mereka. Aku mencoba menghindar karena takut
mereka mencium bau alcohol dari mulutku. Tapi terlambat! Ayahku dapat mengendus
bau itu dan,”Rana, ini bau alkohol! Kamu mabuk ya?”, bentak ayahku saking
kagetnya. Aku hanya bisa diam dan mulai menangis. Ayahku terus menanyaiku dan
aku masih diam dan menangis. Akhirnya ibu melerai dengan membawaku ke kamar dan
memintaku untuk istirahat. Ya, aku sangat lelah dan aku ingin istirahat.
Keesokan harinya aku terbangun pukul 11 pagi.
Kepalaku masih pusing. Untung ini hari Minggu dan seperti kebanyakan sekolah
lainnya, sekolahkupun libur. Biasanya pukul 6, ibu, ayah, atau kakak
laki-lakiku akan membangunkanku. Tapi entah mengapa pagi ini tidak demikian.
Kemuadian aku bangkit dan keluar kamarku. Sepi dan hening. Kupanggil-panggil
keluargaku namun tak ada jawaban. Kucek satu per satu ruangan di rumahku tapi
ternyata nihil. Huh… Seperti ini lagi! Aku benci! Mengapa dua hari ini
keluargaku seakan menjauh dariku. Mereka tak peduli lagi padaku! Tiba-tiba…
Suara merdu Taylor Swift di lagunya yang berjudul White Horse mengejutkanku. Itu
artinya, seseorang menelponku. Pasti itu Chandra! Waktu kuangkat ternyata bukan
Chandra. Beberapa saat kemudian aku tahu bahwa itu adalah pemuda yang
mengantarku pulang dari klub malam, tadi malam. Ternyata namanya Govin. Ia
hanya ingin memastikan nomorku dan bertanya keadaanku. Entah mengapa aku merasa
senang mendengar cerita-cerita lucu darinya. Sepertinya dia orang yang baik. Oh
ya! Govin mengajakku pergi malam ini, tapi tidak ke klub malam lagi! Aku kapok!
Ia mengajakku makan di restoran temannya. Wow! Seperti kencan dong! Tapi
bagaimana dengan Chandra? Ah… Antara aku dan Govin kan tak ada apa-apa. Jadi,
tak masalah.
Malam ini aku baru pulang pukul 12. Aku
jalan-jalan bersama Govin. Rasanya seru sekali. Ia mengajakku bertemu
teman-temannya. Memang wajah mereka menyeramkan, tapi mereka baik terhadapku.
Tapi sebagai konsekuensinya, aku dimarahi lagi oleh ayahku. Tidak hanya itu,
ibu dan kakak laki-lakiku ikutan memarahiku. “Rana, kamu ini perempuan! Bisa-bisanya
main sama laki-laki sampe’ jam segini! Kalau terjadi apa-apa sama kamu gimana?”,
omel kakak laki-lakiku dengan dengan emosi penuh. “Govin orangnya baik kok,
kak! Rana bisa jaga diri Rana. Lagian ayah, ibu, kakak pergi-pergi terus. Nah,
kenapa Rana nggak boleh??? Rana ingin freedomnya
Rana. Kebebasan buat Rana!”, aku melontarkan amarahku melalui kata-kata itu.
Aku tahu itu salah, namun aku marah. Akhirnya aku masuk kamar dan menangis. Aku
tak tahan lagi! Kuambil hand phone
dan dompetku, lalu kutelpon Govin. Kusuruh ia menungguku di samping rumahku
sedangkan aku kabur lewat jendela. Jujur saja, aku takut! Tapi bagaimana lagi,
aku ingin kebebasanku!
Berhasil! Sekarang aku ada di markasnya Govin
cs. Saat sedang bercanda tawa ditemani kartu-kartu dan minuman-minuman yang
kemarin kuteguk, tiba-tiba datang seorang laki-laki bersama dengan seorang
perempuan sambil berpelukan. Lalu mataku dan laki-laki itu beradu tatap. Hey!
Aku seperti mengenalnya. Tunggu…itu kan… “Chandra! Kenapa kau ada di sini? Aku
hubungi kau tak menanggapi! Ternyata kamu selingkuh!” aku marah tak terkendali
padanya. Lalu secara seksama kupandangi orang-orang di sekelilingku. Sekali
lagi, kupandangi mereka dengan lebih seksama. Cetar! Seperti petir menyambar,
aku tersadar bahwa aku berada di tempat yang salah dan bersama orang-orang yang
salah. Aku sadar bukan kebebasan seperti ini yang kumau! Apa yang kulakukan?
Keluargaku pasti kecewa! Aku harus kabur dari sini sekarang! Untung aku berada
di depan pintu. Langsung saja kubuka pintu itu dan lari secepat mungkin. Mereka
mengejar! Aku terus lari lalu…beruntung! Ada taksi lewat! Langsung kucegat lalu
pulang ke rumah. Aku menangis sepanjang perjalanan. Pak supir taksi hanya
memperhatikanku dari cermin tengah. Akhirnya aku sampai juga di rumah. Kuketuk
pintu, lalu ibu yang membuka. Sambil menangis aku memeluk ibuku. Lalu
kuceritakan semuanya. Keluargaku memaafkanku dan menyemangatiku untuk tetap
melanjutkan hidup dengan lebih baik dan lebih berhati-hati dalam memilih teman
bergaul. Keesokan harinya, kami sekeluarga melaporkan Chandra dan Govin cs ke
kantor polisi. Tiga hari kemudian mereka tertangkap karena ternyata mereka
menyalahgunakan narkoba. Beruntung aku tak lebih lama berada bersama mereka
malam itu kalau tidak, mungkin saja aku seperti mereka saat ini. Sekarang aku
mencoba hidup lebih baik dan lebih berhati-hati dalam pergaulan. Aku sadar
bahwa kebebasan itu bukan pergaulan bebas tapi bebas mentaati aturan yang
berlaku tanpa paksaan. So, jangan menyalahgunakan arti kata freedom!
THE END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar