TWO
VOICES ONE SONG
KARYA
: IFFADHIYA FATHIN ADIBA
Saat
ku termenung kau datang bawa ceria
Saat
ku bahagia kau jaga benar hatiku
Apapun
kisahku kamu ada untukku
Hanya kaulah sahabat sejatiku
Lagu
itu selalu mengingatkanku pada sahabat terbaikku, namanya Asha Ramin. Ia
sekarang sekolah di SMAN8 Medan, sedangkan aku sekolah di Jogja, di MA
Mu’allimaat. Chaca (begitu aku memanggilnya) adalah teman SMPku saat sekolah di
SMP Muhammadiyah 1 Medan 3 tahun yang lalu. pertama kali kami bertemu, yaitu
saat FORTASI (Forum Orientasi dan Ta’aruf Siswa) ketika hendak melaksanakan
sholat Dhuha. Kami bertemu di Masjid Taqwa depan sekolah kami, tempat dan
peristiwa yang tak pernah aku lupakan.
Itu
semua berawal ketika aku berpapasan dengan Chaca di tempat wudhu (saat itu aku
belum tahu namanya). Ketika mata kami beradu tatap, tiba-tiba “eh, Manohara
dua!”, ujarnya setengah berteriak pada temannya dan langsung diiyakan oleh
temannya itu. Aku tidak mengerti, jadi aku hanya tersenyum saja. Masa FORTASI,
kami lewati selama empat hari. Aku mengenal beberapa teman baru. Dari FORTASI
ini juga, aku jadi lebih mengetahui seluk-beluk sekolah yang akan jadi tempatku
menimba ilmu selama kurang lebih tiga tahun ke depan.pada saat hari terakhir
FORTASI, kami mengadakan chocolate party.
Jadi, kami (peserta FORTASI) masing-masing membawa dua batang cokelat Silver Queen, satu untuk panitia dan
satu lagi untuk kami. Lalu, kami membentuk lingkaran dan memakan cokelat itu
bersama-sama sambil melihat pertunjukan dan hiburan dari kakak-kakak panitia.
Benar-benar hari yang mengukir kenangan tak terlupakan.
***
Lalu
tibalah saat pembagian kelas. Aku masuk di kelas 7 Terpadu 1. Ketika kumasuki
kelas, aku langsung tertarik untuk duduk di bangku baris kedua paling kanan.
Aku duduk bersama teman SDku, Yusna. Dua bangku di depanku masih kosong. Satu
per satu calon teman sekelasku masuk ke dalam kelas dan memilih tempat duduk
yang mereka sukai. Tapi tetap saja, dua bangku di depanku tak mampu menarik
mereka untuk duduk di situ. Karena bosan, akupun berbincang dengan Yusna.
Tiba-tiba entah sejak kapan bangku yang kesepian tadi telah berhasil menarik
dua gadis tanggung untuk mendudukinya. Mereka berdua (dua gadis tanggung itu)
sepertinya sudah saling kenal. Kupikir, mungkin mereka sama seperti aku dan Yusna,
teman SD. Aku hanya memperhatikan mereka tanpa berkomentar. Sejurus kemudian,
salah satu dari mereka menoleh ke belakang, ke arahku! Aku merasa seperti
pernah melihatnya, tapi dimana ya? Ah ya, aku ingat! Dia orang yang kemarin
memanggilku Manohara. Dia menyapaku dan bertanya siapa namaku. Akupun melakukan
hal yang sama kepadanya. Melalui perkenalan singkat itulah kisah persahabatan
antara aku dan Chaca terjalin.
Hari
berikutnya, hanya diisi perkenalan-perkenalan antara sesama murid dan
guru-guru. Oh ya! Nama wali kelasku adalah Pak Siwan. Pertama kali aku
melihatnya, aku merasa sangat takut! Mungkin karena kumis dan jenggotnya sangat
lebat. Dan lagi, badannya tegap sekali. Aku dan teman sekelasku juga sudah
memilih perangkat kelas kami. Ketua kelas kami bernama M. Maman Kiky dan
wakilnya M. Zhafi. Sekretarisnya Mira Jitty dan wakilnya Ara Satika.
Bendaharanya Rina Gisha dan wakilnya Siny Ana. Sedangkan aku jadi koor.
kebersihan dan Idaj jadi koor. keamanan. Kami sudah mulai lebih akrab satu sama
lain, aku sudah hapal nama seluruh anak di kelasku. Ternyata anak-anak yang
awalnya kukira pendiam sebenarnya adalah anak yang super heboh. Jujur saja, di
kelasku ini tak ada satupun anak yang pendiam, dan aku suka itu! Oh ya!
Sekarang ada yang berbeda dengan saat aku masuk pertama kali di kelas ini,
yaitu posisi tempat duduk dan teman semejaku. Kalau dulu aku duduk bersama
Yusna, sekarang aku duduk bersama Chaca. Yusna duduk bersama Aza yang
sebelumnya duduk bersama Chaca. Kami melakukan itu karena ingin ganti suasana.
Begini ceritanya… “eh, eh, kalian satu SD ya?”, tanya Chaca kepadaku dan Yusna
suatu ketika. Akupun menjawab, “iya! Bukan cuma itu, kami juga pernah jadi
teman semeja.” Lalu tiba-tiba Aza berkata, “gimana kalau kita roker tempat
duduk? Aku duduk sama Yusna dan Chaca duduk sama Tina.” Kemudian, “ya! Aku
setuju!”, sahut Yusna. Hasilnya jadilah seperti ini. Pada awalnya kami hanya
bertukar tempat duduk selama satu semester, tapi akhirnya kami tetap seperti
ini sampai akhir semester dua.
“Huh…
Tiga hari lagi ujian kenaikan kelas, nih. Kita harus giat belajar!”, ucapku
kepada Chaca. Semenjak kami duduk berdua, kami jadi lebih sering bersama.
Bermain bersama, jajan bersama, makan siang bersama, bahkan sampai pernah tidur
di kelas bersama! “Iya, Tina bener! Kita harus berjuang…”, balas Chaca dengan
semangat. “Hahahahaha…”. Kamipun tertawa bersama. Tanpa kami sadari, ternyata
ada seseorang yang tidak menyukai keakraban di antara aku dan Chaca, dia adalah
Aza!
***
Sekarang
tibalah aku dan seluruh murid SMP Muhammadiyah 1 Medan menghadapi ujian. Aku
dan Chaca ujian di kelas yang berbeda. Chaca sekelas dengan Aza, sedangkan aku
dengan Yusna. Selama ujian, kami pulang pukul 11 pagi. Aku dan Chaca sepakat
setiap pulang ujian kami pulang sama, karena rumah kami tidak begitu jauh. Hari
pertama sesuai rencana, kami pulang sama. Hari kedua juga begitu. Tapi hari
ketiga, tiba-tiba saja... “Tin! Kamu pulang duluan aja. Aku ada urusan.”, ujar
Chaca kepadaku seusai ujian. “Urusan apa?”, tanyaku ingin tahu. Namun Chaca enggan
memberitahu. Akhirnya hari itu aku pulang tanpa Chaca. Sampai di rumah aku
masih terheran-heran mengapa Chaca agak menjauh dariku. Apa aku punya salah
terhadapnya? Entahlah aku pusing! Aku ingin tidur saja!
Hari
berikutnya, Chaca sukses membuatku makin bingung lagi. Chaca mendiamkanku!!! Di
sekolah, Chaca enggan menyapaku bahkan sulit menatapku. Saat kuhubungi atau
kusms, Chaca mengacuhkannya. Sebenarnya apa sih yang telah kuperbuat sampai
Chaca melakukan ini terhadapku? Jujur, aku sangat sedih. Aku merasa sangat
kehilangan. Akhirnya hari-hari ujianpun selesai, dan aku masih didiamkan oleh
Chaca. Sekarang aku akan mendapat rapot, tapi lebih dari itu, hari ini adalah
hari ulang tahunnya Chaca. Aku sudah mengucapkan lewat Facebook pukul dua pagi
dan melalui sms pukul enam pagi. Tapi tak ada tanggapan dari Chaca. Setelah
terima rapot hari ini, aku tidak akan bertemu Chaca selama dua minggu. Aku
pikir, aku akan memanfaatkan hari ini untuk mengucapkan selamat ulang tahun
padanya dan minta maaf, walaupun aku tidak tahu apa salahku. Tak apalah, yang
penting aku lega…
“Chaca!”,
setengah berteriak aku memanggilnya. Dia menoleh lalu hanya terdiam seperti
menunggu aku mengeluarkan suara. Baik! Akan kukatakan sekarang, “Chaca, selamat
ulang tahun ya. Maaf nggak bisa ngasi kado, Tina lagi bokek. Terus... Maafin
Tina ya kalau ada salah ke Chaca…”, ucapku padanya. Dia hanya mengangguk, lalu
saat hendak membuka mulutnya, Aza datang. Ia membisikkan sesuatu kepada Chaca,
lalu Chaca kembali dingin terhadapku, lalu berlalu…
***
Hari
ini adalah hari pertama liburanku! Senang sih bisa kumpul bareng keluarga, tapi
sedih juga karena masalah abstrakku dengan Chaca belum teratasi. Jadilah aku
lebih sering melamun dan ternyata bundaku, orang yang paling mengerti aku,
mengetahuinya! “Tina, kenapa nak? Kok bunda liat dari tadi murung terus. Ada
masalah ya?”, tanya bundaku sambil menepuk bahuku. Aku yang memang sangat dekat
dengan bundaku, tak bisa tidak bercerita. “Gini, nda…”. Akupun bercerita
permasalahanku pada bunda dari awal. “Udah coba tanya ke dia, kenapa dia kayak
gitu?”, tanya bunda. Aku berpikir… Memang sih, aku belum bertanya pada Chaca.
“Belum, nda…”. “Nah, daripada bingung dan gelisah terus-menerus, mending Tina
tanya sama dia, kenapa dia nyuekin Tina.”, saran bundaku. Iya juga ya! Mengapa
aku tak berpikir sampai kesitu!? Akupun berterimakasih pada bundaku dan
langsung mengambil hpku! Kusms Chaca, dengan harapan dia akan memberi tanggapan
baik padaku.
Assalamu’alaikum,
Chaca… Gimana liburannya?
Beberapa
saat kemudian dia membalas…
Biasa aja!
Aku
agak kecewa menerima balasannya. Tak mau berlama-lama, aku langsung to the point.
Cha!
Chaca kenapa sih, belakangan ini nyuekin Tina?
Emangnya
Tina ada salah apa? Kalau Tina punya salah,
Tina
minta maaf ya…
Tak
lama kemudian masuk sms dari Chaca.
Aku cuma nggak nyangka aja sama sikap
kamu yang
sebenarnya!
Hah?
Aku bingung membaca smsnya. Kutanya apa maksudnya, lalu Chaca membalas.
Udah.
Nggak usah pura-pura nggak tahu! Aza sendiri
yang
bilang kalau sebenarnya kamu itu penipu!
Pembohong!
Pengkhianat! Suka nyontek! Aku nggak mau
berteman
apalagi bersahabat sama orang kayak gitu!
Jreng!
Sekarang aku tahu, yang menyebabkan perang dingin antara kami adalah AZA! Dia
memfitnahku di depan Chaca. Untuk meluruskan, akupun menjelaskan pada Chaca
bahwa apa yang dibilang Aza tidak benar adanya lalu meminta Chaca bertanya
kepada Aza, atas dasar apa dia memfitnahku seperti itu. Kemudian Chaca tahu
bahwa sebenarnya Aza cemburu dengan keakraban aku dan Chaca. Jadi dia
memfitnahku, supaya Chaca menjauhiku. Namun sekarang semua sudah jelas. Aku dan
Chaca berteman seperti dulu lagi. Aza minta maaf kepada kami dan kami
memaafkannya dan memintanya berjanji takkan mengulangi perbuatannya itu. Aku
senang sekali kami kembali berteman!
Masa-masa liburan kulewati dengan
penuh kegembiraan bersama keluargaku. Tidak terasa besok adalah hari pertama
aku masuk kembali ke sekolah. Tentunya di kelas yang baru dan tingkatan yang
baru. Keesokan harinya aku datang 15 menit sebelum masuk. 5 menit kemudian
Chaca datang. Mulanya kami sedikit canggung, tapi tak lama kemudian kami
menjadi hangat kembali, tertawa riang mendengar cerita kami masing-masing. Aku
berharap nanti sekelas lagi dengan Chaca! Akhirnya pukul 7.15 pagi kami disuruh
berbaris untuk mendengarkan pengumuman di kelas mana kami akan diletakkan. Oke,
saat pembagian kelaspun dimulai! Guruku menyebutkan nama teman-temanku beserta
di kelas mana mereka ditempatkan. Sekarang tibalah saatnya pembagian kelas 8
Terpadu 1, kelas harapanku. Dari presensi pertama, lalu kedua, dan seterusnya.
Aza dan Chaca masuk ke kelas 8 Terpadu 1. Mereka sudah lega, tinggal aku yang
deg-degan sendiri. Malah kapasitas di kelas 8 Terpadu 1 hanya 32 anak lagi! Itu
artinya, tersisa empat bangku lagi dan aku masih belum dipanggil! Aku mulai pupus
harapan. Saat itulah keajaiban terjadi, namaku dipanggil pada urutan ke 30!
Dengan setengah berlari, akupun menuju ke kelas baruku itu. Ketika sampai di
pintu kelas, aku menyapu pandangan ke sekeliling. Hamper semua bangku telah
terisi, kecuali dua bangku paling pojok sebelah kanan, dan satu bangku di
sebelah Chaca. Aku berharap bisa duduk di sebelah Chaca! Lalu seperti bisa
membaca pikiranku, tiba-tiba Chaca memanggilku dan menyuruhku duduk di
sampingnya. Tentu saja aku mau! Kamipun duduk bersama sepanjang tahun di kelas
8. Begitu juga di kelas 9. Beberapa perbedaan pendapat pernah menyebabkan
pertengkaran kecil di antara kami, namun dengan cepat kami berbaikan kembali.
Aku dan Chaca juga pernah membolos saat pelajaran karena pelajarannya
membosankan. Kami bolos ke masjid, sholat tahhiyatul masjid lalu tidur di sana.
Ketika bangun, ternyata di layar hp Chaca ada sms masuk dan itu dari Nada,
teman sekelas kami. Dia bilang kalau guru yang sedang masuk di kelas kami, yang
juga wali kelas kami bertanya dimana kami sekarang.kamipun bergegas kembali ke
kelas. Saat sampai di kelas, kami berdua disoraki oleh teman-teman sekelas kami
dan langsung ditanyai wali kelas kami. Kami ya jujur saja menjawabnya.
Untungnya, wali kelas kami tidak marah, beliau hanya menasehati kami agar tidak
melakukannya lagi. “iya, buk…”, tentu saja itu jawaban kami. Walau sempat
dinasehati guru beberapa kali, tapi itulah kenanganku bersama Chaca selama di
SMP Muhammadiyah 1 Medan.
***
Hari berganti tahun… Kini aku akan
menjadi seorang siswi SMA, setelah mengetahui hasil tes masuk calon SMAku
tentunya! Semua terasa begitu singkat. Dulu rasanya aku ingin cepat-cepat
keluar dari kehidupan SMPku, namun sekarang malah sebaliknya. Aku ingin kembali
ke masa-masa itu! Ternyata bukan hanya aku saja yang merasa seperti ini,
teman-temanku juga. Chaca juga! Chaca! Seperti petir menyambar, aku tersadar
bahwa sebentar lagi aku dan Chaca akan berpisah jika aku diterima di calon
SMAku. Tidak satu sekolah lagi! Tidak belajar bersama lagi! Tidak ada Chaca
lagi! Tidak makan bersama lagi! Tidak bermain bersama lagi! Tidak ada Chaca
lagi! Dan yang paling kucemaskan, kami tidak tinggal di tempat yang sama lagi!
Jauh sekali rasanya. Sepi, tidak ada Chaca lagi!
Dua
bulan yang lalu, seluruh siswa kelas 9 dinyatakan lulus dari SMP Muhammadiyah 1
Medan. Alhamdulillah tidak ada yang tidak lulus. Begitupun dengan aku dan
Chaca. “Tin… Jadinya kamu mau daftar ke SMA mana?”, Tanya Chaca padaku seusai
acara perpisahan. “Hmm… rencananya sih di MA Mu’allimaat yang di Jogja itu loh.
Ayahku udah pesan tiket ke sana dan insyaallah lusa di daftar lewat pendaftaran
online. Tesnya tanggal 30 sampai
tanggal 31. Do’ain aku lulus ya!”, ujarku penuh semangat. Sedetik kemudian aku
mendengar suara tangis dari sampingku. Chaca menangis! Aku heran! Kurangkul
pundaknya lalu kutanya kepadanya, “Chaca kenapa? Omongan Tina nyakitin perasaan
Chaca ya?”. Aku cemas bukan main, khawatir bukan kepalang. Apalagi ketika
tangisnya malah makin merebah. Karena bingung, aku diam saja sambil merangkul
bahunya yang kecil itu. Beberapa saat kemudian, suara Chaca menyayat hatiku.
“Berarti kita bakal pisah dong! Aku nggak sanggup! Nggak mau… Tina itu
sahabatnya Chaca. Harus selalu gitu…”, teriak Chaca sambil menggenggam
tanganku. Masih menangis. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Akhirnya setelah
lama terdiam, hanya lagu sederhana yang keluar dari bibirku, “if I could wish for one thing… I’d take the
smile that you bring… wherever you go in this world, I’ll come along…”. Aku
bernyanyi sambil menatap matanya yang sembab. Tak lama kemudian tangisnya mulai
mereda. Ia berkata, “janji ya, kita bakal tetap sahabatan walaupun udah jauh
nanti…”. Dengan penuh keyakinan dan semangat, akupun berjanji “iya janji!
Tenang aja, kita kan best friend forever…”.
Langit terlihat semakin cerah ketika ia tersenyum.
***
Hari
ini adalah hari yang sangat mendebarkan buatku. Mengapa? Karena hari ini yang
akan menentukan lulus tidaknya aku menjadi siswi MA Mu’allimaat Yogyakarta.
Setelah kulakukan tes tiga hari yang lalu, inilah penentuannya. Lulus tidaknya
aku, kupasrahkan pada Allah SWT. Aku sudah berusaha semaksimal mungkin pada
saat tes kemarin, berdoa memohon kelulusanku, dan sekarang tinggal Allah yang
menentukan apa yang terbaik buatku. Apapun keputusan Allah, insyaallah aku
terima dengan lapang dada. Nah, sebentar lagi pukul 1 pagi. Kalau hari-hari
biasa, pasti aku masih berenang di lautan mimpi. Tapi ini bukan hari yang
biasa! Kami sekeluarga berada di depan laptop. Saat ini sedang mati lampu.
Jadilah perasaan yang tak keruan semakin menjadi-jadi ditambah keadaan yang
gelap dan pengap ini. Kubuka laptop, lalu kutancapkan modem. Terburu-buru,
karena cemas dan tak sabar. Lalu kubuka website
Mu’allimaat. Namun apa yang terjadi? Koneksinya terputus! Tapi aku tidak
menyerah. Kucoba sekali lagi dan hal yang sama terulang kembali. Bagaimana ini?
Aku mulai cemas dan lemas. Tetapi, aku harus tahu hasilnya sekarang juga! Maka
dengan mengucap kata, “bismillahirrahmaanirrahiim…”, kuklik try again sekali lagi dan ajaib!
Berhasil!!! Namun timbul masalah baru, bukannya lega aku malah semakin cemas
dan semakin lemas juga.
“Aku
lulus tidak ya?, batinku. Tiba-tiba seakan membaca pikiranku, bundaku berkata
padaku, “jangan cemas nak… Insyaallah masuk kok. Berdo’a aja ya! Bunda, ayah,
uda, dan adik-adik juga pasti do’ain supaya Tina masuk. Tenang aja ya nak…”.
Suara itu, selalu bisa menenangkan hatiku yang sedang risau dan galau. Sedikit
banyaknya detak jantungku normal kembali. Lanjut, kugeser cursor terus ke bawah. Belum juga kutemukan pengumuman itu.
Sampai…yap! Ini dia! PENGUMUMAN PENDAFTARAN SISWI BARU MA MU’ALLIMAAT
2012/2013. Kubuka judul itu dan menunggu loadingnya. Selesai! Sekarang yang
harus kulakukan hanya menggeser cursor
ke bawah sambil terus berdo’a. kulihat nama-nama asing di daftar kelulusan itu.
Satu…dua…sepuluh…dua puluh…terus…masih tak kutemukan namaku. Sampai akhirnya,
kulihat nomor peserta 88 pada urutan ke 49. Nomorku! Untuk memastikan,
kuarahkan pandangan ke kanan, kolom nama. Tercetak rapi, “Tina Difha Yanada”.
Nama pemberian orang tuaku itu, nama yang menjadi do’a dan harapan orang tuaku,
nama yang selama lebih dari sepuluh tahun ini melekat pada diriku, tercantum di
website Mu’allimaat sebagai 56 siswi
terpilih masuk MA Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta. Tanpa dapat kutahan, air
mataku tumpah. Aku langsung sujud syukur seraya mengucap Alhamdulillah
berkali-kali. Orangtua dan saudara-saudaraku mengucap selamat kepadaku. Mereka
turut bahagia atas keberhasilanku. Aku sangat terharu. Malam ini, tepatnya pagi
ini, aku resmi menjadi siswi MA Mu’allimaat. Senang sekali rasanya. Tapi
tiba-tiba bayangan Chaca menghampiri benakku. Aku teringat Chaca! Darahku
kembali berdesir hebat.
Keluargaku
pulang hari ini dan aku akan mulai tinggal di asrama baruku, namanya Salsabila.
Hmm… aku tak menyangka akan menjalani masa-masa SMAku di “kota pelajar” ini.
Apalagi, belum banyak yang kuketahui tentang kehidupan di sini. Meninggalkan
segala kehidupanku di Medan, meninggalkan kamarku, meninggalkan keluargaku,
meninggalkan teman-temanku, dan…meninggalkan Chaca! Sedih juga sih, mengingat
bahwa aku harus berpisah dengan orang yang selama tiga tahun belakangan selalu
berada di sampingku, selalu mendengarkan curhatku, selalu mendukungku di segala
kegiatan, selalu membelaku, dan selalu mengingatkanku ketika aku berbuat salah.
Sekarang, dia jauh di sana dan aku di sini. Tapi biarpun begitu, aku percaya
bahwa aku dan Chaca akan tetap menjadi sepasang sahabat. Aku juga yakin, Allah
akan mempertemukan kami suatu saat nanti. Tentu saja, di masa depan dengan kesuksesan
dan kebahagiaan yang kami raih masing-masing! Aku percaya dua suara akan
menyatu dalam satu lagu…
It’s so rare to find a friend like you
Somehow when you’re around the sky is
always blue
The way we talk, the things you say, the
way you make it all okay
And how you know all of my jokes, but
you laugh anyway
#
If I could wish for one thing
I’d take the smile that you bring
Wherever you go in this world I’ll come
along
Together we dream the same dream
Forever I’m here for you, you’re here for me
Ooh… Two voices one song…
~THE END~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar