waduuuh..
udah lama banget nih nggak nulis..
maaf banget ya, soalnya aku memang lagi sibuk2nya jadi MABA di fakultas pertanian universitas sumatera utara..
kita bener2 disibukkan dengan nge-LAB, belajar, organisasi dan macam2 lainnya yang buat aku nggak sempat nulis..
tapi untunya liburan semester TELAAH TIIBAAA
it sounds very awesome, right? :)
well, di liburan kali ini aku akan mencoba mempublish karya2ku yang sempat hilang..
check this out, guys... ^^
pernah nggak sih, kalian punya sahabat dan ngerasa dia segalanya buat kalian?
atau pernah nggak sih kalian membuat suatu karya yang dipersembahkan buat sahabat kalian??
well, kalau jawabanku PERNAH
dulu aku pernah bilang kan, kalau sejak SMP, aku punya sahabat yang bernama RAIESA AMIN
aku sama dia tuh udah kayak amplop sama perangko! lengket banget!
nah suatu saat ketika aku berada di SMA kelas 2, aku mengikuti sebuah perlombaan menulis cerpen yang bertema SAHABAT.,.
yaa aku pikir, kisahku dan raiesa bisa jd inspirasi. so, aku mulai menulis...
TWO
VOICES ONE SONG
KARYA
: IFFADHIYA FATHIN ADIBA
Saat
ku termenung kau datang bawa ceria
Saat ku bahagia kau jaga benar hatiku
Apapun kisahku kamu ada untukku
Hanya kaulah
sahabat sejatiku
Lagu itu selalu mengingatkanku pada sahabat terbaikku,
namanya Asha Ramin. Ia sekarang sekolah di SMAN8 Medan, sedangkan aku sekolah
di Jogja, di MA Mu’allimaat. Chaca (begitu aku memanggilnya) adalah teman SMPku
saat sekolah di SMP Muhammadiyah 1 Medan 3 tahun yang lalu. pertama kali kami
bertemu, yaitu saat FORTASI (Forum Orientasi dan Ta’aruf Siswa) ketika hendak
melaksanakan sholat Dhuha. Kami bertemu di Masjid Taqwa depan sekolah kami,
tempat dan peristiwa yang tak pernah aku lupakan.
Itu semua berawal ketika aku berpapasan dengan Chaca
di tempat wudhu (saat itu aku belum tahu namanya). Ketika mata kami beradu
tatap, tiba-tiba “eh, Manohara dua!”, ujarnya setengah berteriak pada temannya
dan langsung diiyakan oleh temannya itu. Aku tidak mengerti, jadi aku hanya
tersenyum saja. Masa FORTASI, kami lewati selama empat hari. Aku mengenal
beberapa teman baru. Dari FORTASI ini juga, aku jadi lebih mengetahui
seluk-beluk sekolah yang akan jadi tempatku menimba ilmu selama kurang lebih
tiga tahun ke depan.pada saat hari terakhir FORTASI, kami mengadakan chocolate party. Jadi, kami (peserta
FORTASI) masing-masing membawa dua batang cokelat Silver Queen, satu untuk panitia dan satu lagi untuk kami. Lalu,
kami membentuk lingkaran dan memakan cokelat itu bersama-sama sambil melihat
pertunjukan dan hiburan dari kakak-kakak panitia. Benar-benar hari yang
mengukir kenangan tak terlupakan.
***
Lalu tibalah saat pembagian kelas. Aku masuk di kelas 7
Terpadu 1. Ketika kumasuki kelas, aku langsung tertarik untuk duduk di bangku
baris kedua paling kanan. Aku duduk bersama teman SDku, Yusna. Dua bangku di
depanku masih kosong. Satu per satu calon teman sekelasku masuk ke dalam kelas
dan memilih tempat duduk yang mereka sukai. Tapi tetap saja, dua bangku di
depanku tak mampu menarik mereka untuk duduk di situ. Karena bosan, akupun berbincang
dengan Yusna. Tiba-tiba entah sejak kapan bangku yang kesepian tadi telah
berhasil menarik dua gadis tanggung untuk mendudukinya. Mereka berdua (dua
gadis tanggung itu) sepertinya sudah saling kenal. Kupikir, mungkin mereka sama
seperti aku dan Yusna, teman SD. Aku hanya memperhatikan mereka tanpa
berkomentar. Sejurus kemudian, salah satu dari mereka menoleh ke belakang, ke
arahku! Aku merasa seperti pernah melihatnya, tapi dimana ya? Ah ya, aku ingat!
Dia orang yang kemarin memanggilku Manohara. Dia menyapaku dan bertanya siapa
namaku. Akupun melakukan hal yang sama kepadanya. Melalui perkenalan singkat
itulah kisah persahabatan antara aku dan Chaca terjalin.
Hari berikutnya, hanya diisi perkenalan-perkenalan
antara sesama murid dan guru-guru. Oh ya! Nama wali kelasku adalah Pak Siwan.
Pertama kali aku melihatnya, aku merasa sangat takut! Mungkin karena kumis dan
jenggotnya sangat lebat. Dan lagi, badannya tegap sekali. Aku dan teman
sekelasku juga sudah memilih perangkat kelas kami. Ketua kelas kami bernama M.
Maman Kiky dan wakilnya M. Zhafi. Sekretarisnya Mira Jitty dan wakilnya Ara
Satika. Bendaharanya Rina Gisha dan wakilnya Siny Ana. Sedangkan aku jadi koor.
kebersihan dan Idaj jadi koor. keamanan. Kami sudah mulai lebih akrab satu sama
lain, aku sudah hapal nama seluruh anak di kelasku. Ternyata anak-anak yang
awalnya kukira pendiam sebenarnya adalah anak yang super heboh. Jujur saja, di
kelasku ini tak ada satupun anak yang pendiam, dan aku suka itu! Oh ya!
Sekarang ada yang berbeda dengan saat aku masuk pertama kali di kelas ini,
yaitu posisi tempat duduk dan teman semejaku. Kalau dulu aku duduk bersama
Yusna, sekarang aku duduk bersama Chaca. Yusna duduk bersama Aza yang
sebelumnya duduk bersama Chaca. Kami melakukan itu karena ingin ganti suasana.
Begini ceritanya… “eh, eh, kalian satu SD ya?”, tanya Chaca kepadaku dan Yusna
suatu ketika. Akupun menjawab, “iya! Bukan cuma itu, kami juga pernah jadi
teman semeja.” Lalu tiba-tiba Aza berkata, “gimana kalau kita roker tempat
duduk? Aku duduk sama Yusna dan Chaca duduk sama Tina.” Kemudian, “ya! Aku
setuju!”, sahut Yusna. Hasilnya jadilah seperti ini. Pada awalnya kami hanya
bertukar tempat duduk selama satu semester, tapi akhirnya kami tetap seperti
ini sampai akhir semester dua.
“Huh… Tiga hari lagi ujian kenaikan kelas, nih. Kita
harus giat belajar!”, ucapku kepada Chaca. Semenjak kami duduk berdua, kami
jadi lebih sering bersama. Bermain bersama, jajan bersama, makan siang bersama,
bahkan sampai pernah tidur di kelas bersama! “Iya, Tina bener! Kita harus
berjuang…”, balas Chaca dengan semangat. “Hahahahaha…”. Kamipun tertawa
bersama. Tanpa kami sadari, ternyata ada seseorang yang tidak menyukai
keakraban di antara aku dan Chaca, dia adalah Aza!
***
Sekarang tibalah aku dan seluruh murid SMP Muhammadiyah
1 Medan menghadapi ujian. Aku dan Chaca ujian di kelas yang berbeda. Chaca
sekelas dengan Aza, sedangkan aku dengan Yusna. Selama ujian, kami pulang pukul
11 pagi. Aku dan Chaca sepakat setiap pulang ujian kami pulang sama, karena
rumah kami tidak begitu jauh. Hari pertama sesuai rencana, kami pulang sama.
Hari kedua juga begitu. Tapi hari ketiga, tiba-tiba saja... “Tin! Kamu pulang
duluan aja. Aku ada urusan.”, ujar Chaca kepadaku seusai ujian. “Urusan apa?”,
tanyaku ingin tahu. Namun Chaca enggan memberitahu. Akhirnya hari itu aku
pulang tanpa Chaca. Sampai di rumah aku masih terheran-heran mengapa Chaca agak
menjauh dariku. Apa aku punya salah terhadapnya? Entahlah aku pusing! Aku ingin
tidur saja!
Hari berikutnya, Chaca sukses membuatku makin bingung
lagi. Chaca mendiamkanku!!! Di sekolah, Chaca enggan menyapaku bahkan sulit
menatapku. Saat kuhubungi atau kusms, Chaca mengacuhkannya. Sebenarnya apa sih
yang telah kuperbuat sampai Chaca melakukan ini terhadapku? Jujur, aku sangat
sedih. Aku merasa sangat kehilangan. Akhirnya hari-hari ujianpun selesai, dan
aku masih didiamkan oleh Chaca. Sekarang aku akan mendapat rapot, tapi lebih
dari itu, hari ini adalah hari ulang tahunnya Chaca. Aku sudah mengucapkan
lewat Facebook pukul dua pagi dan melalui sms pukul enam pagi. Tapi tak ada
tanggapan dari Chaca. Setelah terima rapot hari ini, aku tidak akan bertemu
Chaca selama dua minggu. Aku pikir, aku akan memanfaatkan hari ini untuk
mengucapkan selamat ulang tahun padanya dan minta maaf, walaupun aku tidak tahu
apa salahku. Tak apalah, yang penting aku lega…
“Chaca!”, setengah berteriak aku memanggilnya. Dia
menoleh lalu hanya terdiam seperti menunggu aku mengeluarkan suara. Baik! Akan
kukatakan sekarang, “Chaca, selamat ulang tahun ya. Maaf nggak bisa ngasi kado,
Tina lagi bokek. Terus... Maafin Tina ya kalau ada salah ke Chaca…”, ucapku
padanya. Dia hanya mengangguk, lalu saat hendak membuka mulutnya, Aza datang.
Ia membisikkan sesuatu kepada Chaca, lalu Chaca kembali dingin terhadapku, lalu
berlalu…
***
Hari ini adalah hari pertama liburanku! Senang sih
bisa kumpul bareng keluarga, tapi sedih juga karena masalah abstrakku dengan
Chaca belum teratasi. Jadilah aku lebih sering melamun dan ternyata bundaku,
orang yang paling mengerti aku, mengetahuinya! “Tina, kenapa nak? Kok bunda
liat dari tadi murung terus. Ada masalah ya?”, tanya bundaku sambil menepuk
bahuku. Aku yang memang sangat dekat dengan bundaku, tak bisa tidak bercerita.
“Gini, nda…”. Akupun bercerita permasalahanku pada bunda dari awal. “Udah coba
tanya ke dia, kenapa dia kayak gitu?”, tanya bunda. Aku berpikir… Memang sih,
aku belum bertanya pada Chaca. “Belum, nda…”. “Nah, daripada bingung dan
gelisah terus-menerus, mending Tina tanya sama dia, kenapa dia nyuekin Tina.”,
saran bundaku. Iya juga ya! Mengapa aku tak berpikir sampai kesitu!? Akupun
berterimakasih pada bundaku dan langsung mengambil hpku! Kusms Chaca, dengan
harapan dia akan memberi tanggapan baik padaku.
Assalamu’alaikum, Chaca… Gimana liburannya?
Beberapa
saat kemudian dia membalas…
Biasa
aja!
Aku
agak kecewa menerima balasannya. Tak mau berlama-lama, aku langsung to the point.
Cha! Chaca kenapa sih, belakangan ini nyuekin Tina?
Emangnya Tina ada salah apa? Kalau Tina punya salah,
Tina minta maaf ya…
Tak
lama kemudian masuk sms dari Chaca.
Aku
cuma nggak nyangka aja sama sikap kamu yang
sebenarnya!
Hah?
Aku bingung membaca smsnya. Kutanya apa maksudnya, lalu Chaca membalas.
Udah. Nggak usah pura-pura nggak tahu! Aza sendiri
yang bilang kalau sebenarnya kamu itu penipu!
Pembohong! Pengkhianat! Suka nyontek! Aku nggak mau
berteman apalagi bersahabat sama orang kayak gitu!
Jreng!
Sekarang aku tahu, yang menyebabkan perang dingin antara kami adalah AZA! Dia
memfitnahku di depan Chaca. Untuk meluruskan, akupun menjelaskan pada Chaca
bahwa apa yang dibilang Aza tidak benar adanya lalu meminta Chaca bertanya
kepada Aza, atas dasar apa dia memfitnahku seperti itu. Kemudian Chaca tahu
bahwa sebenarnya Aza cemburu dengan keakraban aku dan Chaca. Jadi dia
memfitnahku, supaya Chaca menjauhiku. Namun sekarang semua sudah jelas. Aku dan
Chaca berteman seperti dulu lagi. Aza minta maaf kepada kami dan kami
memaafkannya dan memintanya berjanji takkan mengulangi perbuatannya itu. Aku
senang sekali kami kembali berteman!
Masa-masa liburan kulewati dengan
penuh kegembiraan bersama keluargaku. Tidak terasa besok adalah hari pertama
aku masuk kembali ke sekolah. Tentunya di kelas yang baru dan tingkatan yang
baru. Keesokan harinya aku datang 15 menit sebelum masuk. 5 menit kemudian
Chaca datang. Mulanya kami sedikit canggung, tapi tak lama kemudian kami
menjadi hangat kembali, tertawa riang mendengar cerita kami masing-masing. Aku
berharap nanti sekelas lagi dengan Chaca! Akhirnya pukul 7.15 pagi kami disuruh
berbaris untuk mendengarkan pengumuman di kelas mana kami akan diletakkan. Oke,
saat pembagian kelaspun dimulai! Guruku menyebutkan nama teman-temanku beserta
di kelas mana mereka ditempatkan. Sekarang tibalah saatnya pembagian kelas 8
Terpadu 1, kelas harapanku. Dari presensi pertama, lalu kedua, dan seterusnya.
Aza dan Chaca masuk ke kelas 8 Terpadu 1. Mereka sudah lega, tinggal aku yang
deg-degan sendiri. Malah kapasitas di kelas 8 Terpadu 1 hanya 32 anak lagi! Itu
artinya, tersisa empat bangku lagi dan aku masih belum dipanggil! Aku mulai pupus
harapan. Saat itulah keajaiban terjadi, namaku dipanggil pada urutan ke 30!
Dengan setengah berlari, akupun menuju ke kelas baruku itu. Ketika sampai di
pintu kelas, aku menyapu pandangan ke sekeliling. Hamper semua bangku telah
terisi, kecuali dua bangku paling pojok sebelah kanan, dan satu bangku di
sebelah Chaca. Aku berharap bisa duduk di sebelah Chaca! Lalu seperti bisa
membaca pikiranku, tiba-tiba Chaca memanggilku dan menyuruhku duduk di
sampingnya. Tentu saja aku mau! Kamipun duduk bersama sepanjang tahun di kelas
8. Begitu juga di kelas 9. Beberapa perbedaan pendapat pernah menyebabkan
pertengkaran kecil di antara kami, namun dengan cepat kami berbaikan kembali.
Aku dan Chaca juga pernah membolos saat pelajaran karena pelajarannya
membosankan. Kami bolos ke masjid, sholat tahhiyatul masjid lalu tidur di sana.
Ketika bangun, ternyata di layar hp Chaca ada sms masuk dan itu dari Nada,
teman sekelas kami. Dia bilang kalau guru yang sedang masuk di kelas kami, yang
juga wali kelas kami bertanya dimana kami sekarang.kamipun bergegas kembali ke
kelas. Saat sampai di kelas, kami berdua disoraki oleh teman-teman sekelas kami
dan langsung ditanyai wali kelas kami. Kami ya jujur saja menjawabnya.
Untungnya, wali kelas kami tidak marah, beliau hanya menasehati kami agar tidak
melakukannya lagi. “iya, buk…”, tentu saja itu jawaban kami. Walau sempat
dinasehati guru beberapa kali, tapi itulah kenanganku bersama Chaca selama di
SMP Muhammadiyah 1 Medan.
***
Hari berganti tahun… Kini aku akan
menjadi seorang siswi SMA, setelah mengetahui hasil tes masuk calon SMAku
tentunya! Semua terasa begitu singkat. Dulu rasanya aku ingin cepat-cepat
keluar dari kehidupan SMPku, namun sekarang malah sebaliknya. Aku ingin kembali
ke masa-masa itu! Ternyata bukan hanya aku saja yang merasa seperti ini,
teman-temanku juga. Chaca juga! Chaca! Seperti petir menyambar, aku tersadar
bahwa sebentar lagi aku dan Chaca akan berpisah jika aku diterima di calon
SMAku. Tidak satu sekolah lagi! Tidak belajar bersama lagi! Tidak ada Chaca
lagi! Tidak makan bersama lagi! Tidak bermain bersama lagi! Tidak ada Chaca
lagi! Dan yang paling kucemaskan, kami tidak tinggal di tempat yang sama lagi!
Jauh sekali rasanya. Sepi, tidak ada Chaca lagi!
Dua bulan yang lalu, seluruh siswa kelas 9 dinyatakan
lulus dari SMP Muhammadiyah 1 Medan. Alhamdulillah tidak ada yang tidak lulus.
Begitupun dengan aku dan Chaca. “Tin… Jadinya kamu mau daftar ke SMA mana?”,
Tanya Chaca padaku seusai acara perpisahan. “Hmm… rencananya sih di MA
Mu’allimaat yang di Jogja itu loh. Ayahku udah pesan tiket ke sana dan
insyaallah lusa di daftar lewat pendaftaran online.
Tesnya tanggal 30 sampai tanggal 31. Do’ain aku lulus ya!”, ujarku penuh
semangat. Sedetik kemudian aku mendengar suara tangis dari sampingku. Chaca
menangis! Aku heran! Kurangkul pundaknya lalu kutanya kepadanya, “Chaca kenapa?
Omongan Tina nyakitin perasaan Chaca ya?”. Aku cemas bukan main, khawatir bukan
kepalang. Apalagi ketika tangisnya malah makin merebah. Karena bingung, aku
diam saja sambil merangkul bahunya yang kecil itu. Beberapa saat kemudian,
suara Chaca menyayat hatiku. “Berarti kita bakal pisah dong! Aku nggak sanggup!
Nggak mau… Tina itu sahabatnya Chaca. Harus selalu gitu…”, teriak Chaca sambil
menggenggam tanganku. Masih menangis. Aku tidak tahu harus berbuat apa.
Akhirnya setelah lama terdiam, hanya lagu sederhana yang keluar dari bibirku, “if I could wish for one thing… I’d take the
smile that you bring… wherever you go in this world, I’ll come along…”. Aku
bernyanyi sambil menatap matanya yang sembab. Tak lama kemudian tangisnya mulai
mereda. Ia berkata, “janji ya, kita bakal tetap sahabatan walaupun udah jauh
nanti…”. Dengan penuh keyakinan dan semangat, akupun berjanji “iya janji!
Tenang aja, kita kan best friend forever…”.
Langit terlihat semakin cerah ketika ia tersenyum.
***
Hari ini adalah hari yang sangat mendebarkan buatku.
Mengapa? Karena hari ini yang akan menentukan lulus tidaknya aku menjadi siswi
MA Mu’allimaat Yogyakarta. Setelah kulakukan tes tiga hari yang lalu, inilah penentuannya.
Lulus tidaknya aku, kupasrahkan pada Allah SWT. Aku sudah berusaha semaksimal
mungkin pada saat tes kemarin, berdoa memohon kelulusanku, dan sekarang tinggal
Allah yang menentukan apa yang terbaik buatku. Apapun keputusan Allah,
insyaallah aku terima dengan lapang dada. Nah, sebentar lagi pukul 1 pagi.
Kalau hari-hari biasa, pasti aku masih berenang di lautan mimpi. Tapi ini bukan
hari yang biasa! Kami sekeluarga berada di depan laptop. Saat ini sedang mati
lampu. Jadilah perasaan yang tak keruan semakin menjadi-jadi ditambah keadaan
yang gelap dan pengap ini. Kubuka laptop, lalu kutancapkan modem. Terburu-buru,
karena cemas dan tak sabar. Lalu kubuka website
Mu’allimaat. Namun apa yang terjadi? Koneksinya terputus! Tapi aku tidak
menyerah. Kucoba sekali lagi dan hal yang sama terulang kembali. Bagaimana ini?
Aku mulai cemas dan lemas. Tetapi, aku harus tahu hasilnya sekarang juga! Maka
dengan mengucap kata, “bismillahirrahmaanirrahiim…”, kuklik try again sekali lagi dan ajaib!
Berhasil!!! Namun timbul masalah baru, bukannya lega aku malah semakin cemas
dan semakin lemas juga.
“Aku lulus tidak ya?, batinku. Tiba-tiba seakan
membaca pikiranku, bundaku berkata padaku, “jangan cemas nak… Insyaallah masuk
kok. Berdo’a aja ya! Bunda, ayah, uda, dan adik-adik juga pasti do’ain supaya
Tina masuk. Tenang aja ya nak…”. Suara itu, selalu bisa menenangkan hatiku yang
sedang risau dan galau. Sedikit banyaknya detak jantungku normal kembali.
Lanjut, kugeser cursor terus ke
bawah. Belum juga kutemukan pengumuman itu. Sampai…yap! Ini dia! PENGUMUMAN
PENDAFTARAN SISWI BARU MA MU’ALLIMAAT 2012/2013. Kubuka judul itu dan menunggu
loadingnya. Selesai! Sekarang yang harus kulakukan hanya menggeser cursor ke bawah sambil terus berdo’a.
kulihat nama-nama asing di daftar kelulusan itu. Satu…dua…sepuluh…dua
puluh…terus…masih tak kutemukan namaku. Sampai akhirnya, kulihat nomor peserta
88 pada urutan ke 49. Nomorku! Untuk memastikan, kuarahkan pandangan ke kanan,
kolom nama. Tercetak rapi, “Tina Difha Yanada”. Nama pemberian orang tuaku itu,
nama yang menjadi do’a dan harapan orang tuaku, nama yang selama lebih dari
sepuluh tahun ini melekat pada diriku, tercantum di website Mu’allimaat sebagai 56 siswi terpilih masuk MA Mu’allimaat
Muhammadiyah Yogyakarta. Tanpa dapat kutahan, air mataku tumpah. Aku langsung
sujud syukur seraya mengucap Alhamdulillah berkali-kali. Orangtua dan
saudara-saudaraku mengucap selamat kepadaku. Mereka turut bahagia atas
keberhasilanku. Aku sangat terharu. Malam ini, tepatnya pagi ini, aku resmi menjadi
siswi MA Mu’allimaat. Senang sekali rasanya. Tapi tiba-tiba bayangan Chaca
menghampiri benakku. Aku teringat Chaca! Darahku kembali berdesir hebat.
Keluargaku pulang hari ini dan aku akan mulai tinggal
di asrama baruku, namanya Salsabila. Hmm… aku tak menyangka akan menjalani
masa-masa SMAku di “kota pelajar” ini. Apalagi, belum banyak yang kuketahui
tentang kehidupan di sini. Meninggalkan segala kehidupanku di Medan,
meninggalkan kamarku, meninggalkan keluargaku, meninggalkan teman-temanku,
dan…meninggalkan Chaca! Sedih juga sih, mengingat bahwa aku harus berpisah
dengan orang yang selama tiga tahun belakangan selalu berada di sampingku,
selalu mendengarkan curhatku, selalu mendukungku di segala kegiatan, selalu
membelaku, dan selalu mengingatkanku ketika aku berbuat salah. Sekarang, dia
jauh di sana dan aku di sini. Tapi biarpun begitu, aku percaya bahwa aku dan
Chaca akan tetap menjadi sepasang sahabat. Aku juga yakin, Allah akan
mempertemukan kami suatu saat nanti. Tentu saja, di masa depan dengan kesuksesan
dan kebahagiaan yang kami raih masing-masing! Aku percaya dua suara akan
menyatu dalam satu lagu…
It’s so rare to
find a friend like you
Somehow when
you’re around the sky is always blue
The way we talk,
the things you say, the way you make it all okay
And how you know
all of my jokes, but you laugh anyway
# If I could wish for one thing
I’d take the smile that you bring
Wherever you go in this world I’ll come along
Together we dream the same dream
Forever I’m here for you, you’re here for me
Ooh… Two voices one song…
~THE
END~
yaah, walaupun saat itu aku belum menang, tapi aku puas dengan karyaku..
cerpen ini aku dedikasikan kepada sahabatku RAIESA AMIN
I MISS YOU
(aku di sebalah kanan(baju biru), raiesa sebelah kiri(baju hijau))
Missyoutooooooo
BalasHapus